Sesungguhnya Amal itu Tergantung Pada Niatnya Kunjungi Kami!

Skeptisisme Pengembangan Diri

Kaum skeptis menyangkal pengetahuan, pengetahuan pengembangan diri. Ia percaya, Tuhan berkehendak atau manusia berkeinginan bebas. Bisa salah satunya atau keduanya. Konsekwensinya tentu berbeda arah dari dua pilihan yang berbeda tersebut. 

Skeptisisme merupakan paham bahwa seseorang memandang sesuatunya selalu dengan ketidakpastian (meragukan dan mencurigakan). Keragaman kaum skeptis nyata adanya. Beberapa skeptis mengenai masa depan umat manusia, yang lainnya skeptis manusia tidak mendapatkan pengetahuan sama sekali, bahkan anggapan orang lain bahwa skeptisisme itu benar. Pun dalam pengembangan diri, dan pengetahuan tentangnya. Kaum skeptis menyangkal segala bentuk informasi dan teori pengembangan diri; buku motivasi, pembicara motivasional dan sebagainya. Akibatnya, tampak suatu yang tak masuk akal. 

Skeptisisme pada pengetahuan pengembangan diri yang telah kita miliki merujuk pada bagaimana meragukan motivasi-motivasi yang faktanya hanya sekedar omong kosong, dan kemudian dalam dunia nyata sulit diterapkan. Dan atau masih banyak lagi bentuk skeptisisme dalam pengetahuan pengembangan diri. 

Memang, resep dokter tidak selalu mujur dan manjur. Tetapi bagaimanapun konteksnya, ketidaksempurnaan resep dan turunnya tak bisa dikesampingkan. Meski, ada faktor faktor di luar itu semua. Hal demikian berlaku pula pada pengetahuan pengembangan diri. 

1. Mengapa kaum skeptis bersikap skeptisisme terhadap pengetahuan? Bukankah dengan begitu justru menjadikan dirinya tertutup dari segala kemungkinan informasi, alih-alih menjadi kritis atau objektif?

2. Bagaimanakah proses skeptisisme, apakah berawal dari penolakan langsung berdasarkan refrensi yang telah dimiliki, atau berusaha menerima pada awalnya; memahami dan mempelajari kemudian timbullah skeptisisme? Artinya, sejauh mana batasan skeptisisme?

Skeptisisme pada Objek Eksternal

Pengalaman inderawi menjadi sumber pengetahuan dan diyakini bahwa ada objek di luar sana. Anda hadir dalam suatu seminar nasional dengan pembicara yang sudah terbukti menerapkan langkah-langkah pengembangan dirinya. Itu pengalaman yang kemudian diyakini oleh kita bahwa dia—pembicara—hadir dan membuktikan resep pengetahuannya sendiri. Sayangnya, keyakinan bahwa resep itu manjur meskipun pengalaman sang pembicara terhenti—tidak terus menerus. Memang demikian faktanya, kesuksesan adalah perjalanan akhir dari kegagalan yang sistematis. Sejatinya, agar relevan bahwa keyakinan itu ada beriringan dengan pengalaman yang terus berjalan. Bila pengalaman (dunia eksternal) itu terhenti, maka keyakinan pun perlu berhenti. Mengingat, pengalaman adalah semacam gerak inderawi. Objek semacam itu disebut objek eksternal. Maka, tak perlu koar-koar bahwa resep ini manjur, sementara orang yang mengalami sudah tak mengalaminya lagi. Atau, jangan-jangan pindah ke resep lain orang.

Kaum skeptis menyangkal pengetahuan kita terhadap pengalaman mengenai objek eksternal. Karena pengalaman terhadap objek eksternal semacam itu tidak cukup berdiri sebagai bukti bagi keberadaan objek itu sendiri. Misalnya saat kita tidur bermimpi menjadi orang yang kaya raya. Kesenangan inderawi sangat terasa hingga ke memori pikiran. Namun, saat kita terbangun dari mimpi panjang, objek eksternal—kekayaan itu—ikut lenyap dalam kenyataan. Pertanyaannya, sekian banyak pengalaman ada yang bersumber dari kenyataan ada berasal dari alam mimpi. Pengalaman yang koheren ini terus bercampur baur dalam pikiran sehingga sulit dipisahkan manakah yang cukup bukti yang dapat membuktikan pada kenyataan objek eksternal.

Maka, saat kalian menemukan kaum pembicara yang memudahkan langkah kehidupan yang hiterogen. Katakan saja, mungkin cocok untuk Anda, namun tidak bagi kami. Sejatinya, permasalahan yang dihadapan masing-masing kita begitu unik meskipun sifat dasarnya sama saja. Tidak bisa semua pengalaman audiens disamaratakan dengan pengalaman pembicara kemudian diberi resep yang sama. Meski pengalaman adalah guru yang terbaik, belajar dari pengalaman orang lain tentu beda dengan belajar dari pengalaman diri sendiri. Tak apa, jatuh ke dalam jurang yang sama dengan jurang orang lain. Selanjutnya, pengetahuan tentang kejatuhan itu “berbeda” dari apa yang dialami orang lain.

“Bila Anda tak dapat benar-benar yakin dengan apa yang Anda ketahui, maka Anda tak dapat mengetahui bahwa dunia eksternal itu ada.”

Pikiran tak dapat membedakan di manakah kenyataan dan mimpi. Motivator selalu menyarankan agar menggunakan imajinasi sebagai alat penambah pengalaman. Pengalaman bertambah kepercayaan diri meningkat. Bila ingin kaya, merasalah bahwa Anda adalah seorang kaya. Maka tingkah laku Anda bersikap sebagaimana orang kaya—memantaskan diri sebagai orang yang menuju kaya. Di satu sisi memang ada keuntungan dengan berimajinasi selalu menggerakkan tubuh untuk berikhtiar, namun pengalaman (dalam alam mimpi itu) masih perlu diragukan. Sayangnya, pengalaman mimpi itu “bukanlah fakta”. Konsekwensinya, kita tak dapat mengetahui bahwa kekayaan itu “ada”—dalam fakta. Bila dibiarkan, menimbulkan waham keangkuhan, kekayaan dan kekuasaan. Ketidakwarasan yang mengatakan bahwa ia dalam fakta sesungguhnya yang benar-benar “ada” ia hidup tanpa kekayaan. Ambisi yang tak tersampaikan biasanya akan berakhir di persakitan; di RSJ misalnya. 

Maka dapat dipahami dalam pengalaman tidak ada yang dapat menghilangkan kemungkinan bahwa hidup Anda adalah mimpi panjang yang koheren sedemikian rupa. Sehingga lupa daratan bahwa ia hidup di alam nyata, bukan alam mimpi. Maka, solusi dari kedamaian diri adalah kurangi mimpi dan bergelutlah dengan dunia nyata. Kemudian, nikmati dan alami setiap proses. Maka akan lahir suatu pemahaman bahwa sesuatu itu ‘ada’. Ada kesedihan yang harus dihadapi, ada kesenangan yang harus dikendalikan dan ada strategi yang harus dilaksanakan. Menjadikan hidup lebih realistis. 

Penentangan Skeptisisme Teori Pengembangan Diri

Objek eksternal dan manusia biasa berada di luar pengalaman kita. Bukan yang terserap masuk ke dalam pengalaman. Sehingga, skeptisisme yang beranggapan selama manusia menjamin pengalamannya murni dari mimpi, selama itu objek dianggap ada. Kau skeptis tak dapat menganggap sesuatu “ada” pada pengalaman yang koheren dengan pengalaman mimpi. 

G. E. Moore (1873-1958) justru menyatakan manusia dan benda berada di luar pengalaman itu. Hal itu dibuktikan olehnya ketika mengangkat tangan. Saat dia mengangkat tangan, itu artinya ia sadar memiliki tangan. Begitu tangan kedua diangkat, ia sadar ia memiliki tangan yang satunya lagi. Kedua objek tersebut adalah objek biasa yang ada di luar pengalaman kita tentangnya. Moore menentang bagaimana penyimpulan skeptisisme dari premis menuju kesimpulan. 

Dikatakan, bila Anda tak dapat membuktikan bahwa hidup Anda bukanlah mimpi panjang yang koheren dengan sempurna, maka Anda tidak dapat mengetahui semua hal yang biasanya Anda ketahui berdasarkan pengalaman Anda. Artinya, pengalaman diri saat disanjung oleh orang lain adalah nonsen atau tidak ada. Mengingat, pengalaman itu tak murni atau masih bercampur pengalaman mimpi yang koheren dengan sempurna dengan pengalaman dalam dunia nyata. Artinya, selama Anda tak dapat membuktikan bahwa sanjungan itu bebas dari pengalaman mimpi yang koheren sempurna, maka selama itu tak dapat dipastikan “sanjungan itu” nyata ada. Artinya, ia hanyalah jilatan belaka dengan udang di balik batu. 

Moore berbeda pandangan, sanjungan itu tetap ada bahkan jika dia tidak dapat secara definitif menghilangkan kemungkinan bahwa dia sedang bermimpi—meski tak dapat memurnikan dalam mimpi yang koheren. Untuk menunjukkan bahwa sanjungan itu ada, tak perlu meladeni tantangan skeptisisme semacam tersebut di atas. Karena dalam kebiasaannya, praktik biasa memang ada. Olehnya, standar “biasa” menjadi penting sebagai bukti pertahanan daripada keragu-raguan. Menurut biasanya, sanjungan itu seperti dan bagaimana? Kemudian dijadikan sebagai patokan tentang “ada” atau tidak adanya sanjungan. Bukan masalah apakah itu pengalaman inderawi atau pengalaman mimpi.


About the Author

Master of Psychology | Writer | Content Creator | Adventurer

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.