Sesungguhnya Amal itu Tergantung Pada Niatnya Kunjungi Kami!

Flow dan Keberlanjutan

“…lukislah gambar meski tak seorangpun melihatnya. Tulislah cerita singkat yang tak pernah akan dibaca. Kesenangan batin dan kepuasaan akan lebih dari sekedar cukup untuk menyemangati.” Ken Mogi, Ph.D.

--Ken Mogi, Ph.D., The Book of Ikigai.

Bagaimana menghabiskan waktu dalam suatu pekerjaan dapat mempertemukan seseorang pada kualitas pekerjaan itu sendiri. Saya ingat kala itu, seorang wanita tua renta yang tetap berjualan gorengan meski yang laku hanya dua potong. Ia tak berhenti, keesokan harinya tetap melakukan hal yang sama; membuat adonan tepung di depan televisi. Menikmati setiap proses dan berjualan seperti sedia kala.

Flow adalah kondisi saat seseorang begitu larut dan terserat kuat dalam suatu aktivitas tertentu. Aktivitas menjadi tujuan bukan sebagai perantara untuk memperoleh kesenangan, kekayaan atau pun kedudukan. Karena, aktivitas itu sendirilah sebagai jelmaan dari kesenangan yang dicari, kekayaan yang diidamkan atau tujuan lainnya.

Kondisi semacam itu mengisyaratkan pada pelepasan diri dari ego kepentingan dan keinginan. Ego yang masih terikat dalam diri menghambat daripada terbentuknya kondisi flow. Ia masih mengharap imbalan dari aktivitasnya. Ketika tenaga telah dikerahkan sempurna, namun hasil tak kunjung tiba, ia pun kecewa berat. Flow sulit terwujud. Pencapaian kondisi flow mengharuskan pelepasan pada ego dan keinginan diri.

Anak kecil yang sibuk dengan aktivitasnya merupakan contoh dari flow. Ia tak bisa menunda kesenangan bermainnya. Waktu itu juga ia harus bermain, tak memikirkan apa yang telah lewat atau akan datang. Ia terserap dalam permainan di hadapannya. 

Seorang anak, satu hari sangatlah berharga. Anak akan tumbuh begitu cepat, bila menundanya selamat tahun dan katakan “Tahun depan ya kak!”. Maka saat tahun berganti, rasanya tak sama lagi. Momen berharga itu sirna untuk selamanya. Seperti bermain bersama anak-anak di pekarang rumah, mengajaknya liburan atau memanjakan sesaat dengan makanan. Momen yang tak akan terulang.

Anak kecil atau tingkahnya mengajar tentang kemampuan menghadirkan diri di satu tempat dan satu waktu. Dengan terserap ke dalam kesatuan tersebut menjalankan aktivitas dengan penuh perhatian pada detail dan mengalir seiring waktu. Ketentraman begitu terasa nyata.

Kondisi ini merupakan kondisi yang menyerupai kondisi latar belakang penemuan teori flow oleh Csikszentmihalyi. Waktu itu, ia berada dalam pengamatan seorang temannya yang seorang pelukis. Setiap karya yang dikerjakannya menghabiskan berjam-jam lamanya, tanpa keuntungan penjualan atau imbalan pujian. Ia terserap dalam waktu dan tempat yang sama—menghadirkan diri di tempat dan waktu sekarang.  

Konon, kegagalan peralatan dan upaya modern untuk menghasilkan mangkuk super identitas bangsa jepang kuno tak terwujud. Kegagalan diakibatkan oleh perbuatan sadar diri yang menyimpan ego—keinginan—untuk menciptakan sesuatu yang indah dan berkualitas. Sementara itu, mangkuk tradisional merupakan produk bawah sadar. 


Para lansia di Jepang tidak senang berdiam diri, mereka lebih memilih beraktivitas dan bekerja dengan kondisi flow. Pekerjaan mereka menjadi menyenangkan dan berkelanjutan. Tidak lepas arah dan tetap memberikan standart tertinggi personal masing-masing mereka. 

Penting untuk bekerja dengan sabar, bahkan mengikuti proses—tidak instans. Meski bertahun-tahun yang diperlukan dengan tanpa mengharap imbalan dan penghargaan. Namun, selain berada dalam kondisi flow, penting pula memberi perhatian pada detail-detail pekerjaan demi perbaikan pada kualitas pekerjaan yang sedang dikerjakan.

Perhatikan Hal Detail

“Begitu hal-hal detail diberi perhatian, dan tidak ada lagi yang terulang. Maka, setiap peluang yang ada adalah istimewa. Bangsa jepang memperlakukan detail terkecil dari ritual apapun seolah tentang hidup atau mati.”

Pendidikan yang berkualitas ditegakkan tanpa mengenal lelah, kurikulum 24 jam non-stop. Begitulah kiranya teman-teman di ma’had mengistilahkan pendidikan pesantren. Berbeda daripada pendidikan formal. Tidak hanya itu, istiqomah menjadi senjata utama dalam proses pendidikan; kognitif, psikomotorik dan afektif. Para kiai, pengurus memberi perhatian penuh kepada para santri. Bahkan, perkara makna satu kata dalam kitab menjadi perdebatan dalam bathsul masa’il. Perhatian hal-hal kecil pada segenap sisi-sisi pendidikan dilaksanakan sebaik mungkin. Di situlah, para pendakwah yang tulus mengabdikan diri pada agama mengabdikan diri di tengah-tengah masyrakat meski tanpa imbalan dan pengakuan. 

Makna sebuah perhatian kecil dan ketidakberartian tak bisa dibuat seragam bagi pembacanya. Kecil menurut penulis berbeda menurut pembaca. Masing-masing memiliki kebebasan menafsirkan makna kecil. Namun, sebagaiman lazimnya, kecil berarti tak berarti apa-apa. Satu detik mungkin tak berarti, namun bagi sebuah nyawa adalah segalanya. Semenit mungkin tak berarti, namun bagi penumpang pesawat dengan tiket mahal atau keperluan penting sangatlah berarti. 

Di zaman ketika kecepatan adalah segalanya dan instan menjadi keinginan tanpa menaruh kesabaran maka di situlah muncul masalah. Barangkali, semenit waktu yang kita habiskan membaca tak memberi efek apapun. Namun, bila dijadikan sebagai satu kesatuan dari sedemikian ribu menit dihabiskan untuk membaca, maja jadilah kekuatan besar oleh semenit di awal. Kuncinya adalah keberantaian sesuatu yang kecil. Ahabbul ‘a’mal ‘indallahi adwamuha wa in qalla.

Terkait “memberi perhatian pada hal kecil atau detail” akan berarti hanya bila dibumbui oleh keberlanjutan. Bukan terletak pada kecilnya, melainkan sejauh mana bertahan untuk terus melakukannya. 

Meski demikian, hal kecil berkaitan erat dengan konsistensi. Benih-benih akan tumbuh olehnya. Anak kecil menjadi besar olehnya. Bata demi bata menjadi bangunan. Bahkan, ribuan tangga selalu dimulai dari tangga pertama yang tak henti-henti. 

Maka pekerjaan dengan kondisi flow memastikan keberlanjutan, selain oleh faktur kekecilan yang dianggap “tidak membebankan.” Kualitas dihasilkan oleh perpaduan flow, perihal kecil dan keberlanjutan. Keluarbiasaan tidak lahir dari tindakan besar, melainkan dari keberlangsungan hal-hal kecil. 

About the Author

Master of Psychology | Writer | Content Creator | Adventurer

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.