Karena kemacetan, si bapak muring-muring. Suasana hati yang awalnya ceria mulai sedikit berubah. Ditambah lagi antrian yang memakan waktu tak sebentar. Terik matahari yang mulai terasa membuatnya kian semakin lelah. Si anak nangis-nangis di dalam mobil, rewel. Si ibu repot mengayomi anak bayinya.
Salah satu contoh kondisi yang tak diinginkan atau mungkin sudah diantisipasi sebelum perjalanan. Setiap perjalanan tentu membawa dua sisi, kesenangan dan juga penderitaan. Keletihan yang kemudian dibalaskan oleh kebahagiaan, karena berkumpul bersama sanak keluarga; teruma keluarga kecil. Tak mungkin, perjalanan begitu dengan mulusnya. Minimal, pasti ada keletihan yang harus dibayar. Ada tabungan yang terpaksa dialokasikan; untuk kebahagiaan keluarga kecil.
Makna dari sebuah perjalanan, apalagi didokumentasikan dan dituliskan akan menjadi suatu kenangan tersendiri. Saat-saat lelah bekerja, tulisan itu menjadi penyemangat dengan melihat senyuman kebahagiaan keluar kecil. Alangkah sedihnya, jika perjalanan itu tanpa persiapan, dan hanya dilakukan karena keterpaksaan. Hampa, dan membawakan suatu penyesalan.
Kebermaknaan hidup (meaningfullness) yang didapatkan selama, dan setelah perjalanan menjadi semacam penghilang kepenatan bahkan penyemangat dalam bekerja. Menghadapi pekerjaan berikutnya dengan pikiran dan suasana hati yang lebih baik. Sikap kerja semakin positif. Tapi tetap harus dalam kontrol keuangan, dan prioritas kehidupan keluarga. Bila sepanjang liburan hanya digunakan perjalanan, maka pasti ada sesuatu yang lain dikorbankan.
Makna hidup dapat diraih dengan memberikan “yang terbaik”. Perjalanan yang dilaksanakan janganlah setengah-setengah, tetapi benar-benar diniati. Baik perjalanan ke tempat wisata, atau pun perjalanan wisata religi untuk menambah kedekatan hati kepada Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Tidak ada larangan dalam perjalanan wisata, selama diniatkan tadabbur akan segala kebesaran Allah SWT. Maka, ketika niat demikian segala langkah adalah ibadah, setiap kebahagiaan keluarga kecil mendapatkan pahala yang luar biasa.
Selain itu, berdzikir akan menjadikan perjalanan tidak hanya menyenangkan dan bermakna, tetapi menjadi lebih berkah. Keberkahan hidup menjadikan sesuatu yang biasa menjadi luar biasa, harta yang sedikit tetapi bermanfaat, umur yang panjang menjadi lebih berguna bagi sesama. Apalah arti kaya, bila kekayaan justru menghancurkan kehidupan keluarga; semakin tidak harmonis; anak semakin tidak patuh kepada agama.
Perjalanan sambil juga merajut tali silaturahim ke sanak famili, kepada guru-guru yang telah berjasa mengajarkan ilmu agama, atau kepada kolega dan teman-teman lama. Semua itu tidak hanya menyenangkan, tetapi memberkahkan dan tentunya akan bermakna. Silaturahim memberikan rejeki keberkahan, bahkan menjadi penghapus dosa, bernilai ibadah. Perjalanan pun bernilai ibadah bila terkadang kebaikan, salah satunya tadabbur alam.
Saya jadi ingat sewaktu masih nyantri di pondok pesantren. Program rihlah tanazzuhiyah menjadi salah satu program santri akhir menjelang kelulusan. Tidak hanya berwisata ke tempat wisata, namun juga pergi bersilaturrahim ke pondok-pondok pesantren. Saat itu, yaitu di pondok pesantren jawa timur dan jawa tengah. Banyak pengetahuan (insight) yang membekas. Untungnya lagi, saat itu saya menuliskan setiap kesimpulan pembelajaran dalam catatan note. Meski sudah lewat sepuluh tahun, namun hal itu menjadi modal yang tak kalah penting ketika terjun dalam pendidikan.
Salah satu pengasuh menasehati kami, assafaru qit’athun minal mauti, (perjalanan itu sebagaian dari kematian). Artinya, harus senantiasa berdzikir agar diberi keselamatan. Karena musibah, tidak ada yang tahu dari mana datangnya. Hendaknya tidak putus untuk terus berdzikir, berdoa, dan tawakkal kepada Allah SWT.