“Ketika kau sakit, itu artinya tidak sedang sehat. Ketika kau dalam kekacauan diri, itu artinya ketentraman hati jauh di depan mata. Tetapi, kedua hal yang bertolak belakang selalu hadir bergantian. Maka, jangan diam”.
Sore itu, menjelang maghrib, saya tiba di rumah sakit daerah. Menjenguk seseorang terbaring pasrah, sakit yang begitu lama. Sesampainya di ruangan 8 x 4 meter, tirai dibuka. Ia tampak tak seperti dulu lagi, saat saya menyaksikan kondisinya. Ia terbujur kaku, semakin kurus dan tak setegap dulu lagi. Memori ingatan masih jelas, saat ia masih sehat, memegang mic untuk mengayomi masyarakat.
Ia sudah tua, sakit dan hukum Allah tak bisa dihindarkan. Termenung bagi saya, bahwa kesehatan adalah amanah (pemberian) yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Saat sedang sehat, maka suatu saat nanti pasti akan menua, atau sakit-sakitan oleh perjalanan waktu. Selalu tak ada manusia sempurna sehat selamanya.
Selagi; muda, sehat, memiliki waktu, lapang dan hidup, maka teruslah mengabdikan hanya kepada Dzat yang Maha Kaya. Alangkah indahnya hidup bagi mereka yang merasakan nikmatnya iman, nikmatnya ibadah kepada Allah SWT. Begitu indahnya, bila akhirat menjadi tujuan utama. Tapi dosa, menjadikan tuli dan mati rasa bagi hati. Akibatnya, ia terpikat dengan keindahan dunia, wanita, harta, jabatan, anak dan zinatud dunnya.
Melihat sekitar, yang tua satu persatu telah “pulang kembali”. Yang muda menggantikannya. Atau justru dalam dunianya sendiri. teruslah berbuat, meski dunia tidak sedang baik-baik saja. Mengetahui yang benar tidak cukup dianggap sebagai orang baik. Mengamalkan bagi diri sendiri pun tak cukup. Perlu mengajak, bahkan mungkin akan dibenci dan dihina di hadapan manusia. Bersyukurlah selagi masih sehat.