Sesungguhnya Amal itu Tergantung Pada Niatnya Kunjungi Kami!

Selamat Jalan

Guratan wajahnya tak dapat membohongi umurnya, semakin jelas dan cekungan di kelopak mata. Ia begitu tua, terbaring lemah di atas kasur. Tirai menjadi sekat antara satu pasien dan pasien lainnya di dalam satu ruang 9 x 5 meter. Tirai sebelah begitu berdesakan, raut kesedihan dan ketabahan keluarga pasien begitu jelas terlihat. Termenung dalam sunyi dan keadaan. 

Adzan maghrib berkumandang, langit mendung menyelimuti se antero rumah sakit daerah setempat. Musholla rumah sakit menjadi pilihan, meski sempat mencari masjid terdekat. Allahu Akbar, takbiratul ihram merasuki seluruh jiwa. “Sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah SWT”. 

Sekarang, ia benar-benar telah tiada. Meski tiga hari yang lalu sempat menjenguknya. Sosok yang mengajarkan arti husnul adab kepada guru. Masyarakat berdatangan ke masjid, menunggu kumandang isya’. Duduk diamperan masjid memang mengajak untuk mengobrol dengan beberapa orang yang telah dikenal. Entah, itu masalah politik, masalah kendaraan sampai masalah gejolak sosial kekinian. 

Tapi ini momentnya adalah kesedihan. Bahwa pada waktu, siapapun dia akan menjemput kematiannya menuju kehidupan abadi. Sanak saudara ditinggalkan, jabatan tak lagi ada artinya, harta akan dihisab sedetail-detailnya. Begitu lah kehidupan. Pertanyaan di alam kubur tidak menanyakan pangkat dan kekayaan, tetapi menanyakan untuk apa masa mudamu? Untuk apa pangkatmu? Dan sebagainya.

Para pelayat silih berganti berdatangan. Mendoakan dan membacakan tahlil. Ikut mengiri keberangkatannya ke alam keabadian. “Dunia sementara, akhirat selamanya.”

Mati atau menuju kepada kehidupan abadi. Di kehidupan sana, tak ada lagi yang menfitnah, mengadu domba, berbuat dhalim atau bahkan menyakiti. Penderitaan selama di dunia sirna. Kenikmatan yang dijanjikan menjadi nyata; al-Qur’an yang selalu menemani hari-hari dalam kehidupan. 

Perasaan tak bisa dibohongi. Ingatan di dalam pikiran begitu melekat. Saat khataman di maqbaroh Syaikhina Mbah KH. Moh. Kholil Bangkalan, atau saat berbincang-bincang sehabis tahlilan di malam itu. Ada terlalu banyak moment yang tak terlupakan. Tanpa menggurui, tanpa terlalu banyak melarang; kami merasa diajarkan suatu nilai tanpa disadari.

Ia terkenang dalam memori pikiran. Banyak sikap yang diajarkan tentang bagaimana mengayomi masyarakat, menjalankan kewajiban sosial-keagamaan dan terpenting mengenai ketabahan dalam menghadapi segalanya.

About the Author

Master of Psychology | Writer | Content Creator | Adventurer

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.