Sesungguhnya Amal itu Tergantung Pada Niatnya Kunjungi Kami!

Kodawari Islami

Pada tahun belakang, banyak orang yang menginginkan semuanya serba sat-set. Setelah sekian purnama dicoba, ia pasrah dan merasa tak cocok dengan bidang yang digelutinya. Terpaksa putar haluan. Membaca buku satu detik satu halaman, follower membludak dalam hitungan hari, atau subcriber naik signifikan dalam seminggu. Andai saja ia tahu, sejauh mana kelelahan dan pengorbanan para youtuber kelas atas atau influencer viral dalam mendaki setiap tangga ketenaran. Semua, barawal dari kecil dan nol. Perhatikanlah bagaimana setiap elemen bumi dibentuk oleh elemen-elemen yang lebih kecil. Bahkan dari atom yang tak terlihat. Perhatian pada hal kecil adalah konsep kodawari.

Konsep kodawari menfokuskan pada hal-hal detail, kecil dan sesuatu yang tak berarti apa-apa. Merupakan energi bagi masyarakat jepang di dalam membuahkan karya berkualitas dunia. Menjadikan Jepang sebagai negara Maju meski sempat hancur lebur oleh Bom Hiroshima. 

Produk jepang tak dipungkiri lagi kualitasnya. Saya jadi teringat saat masih duduk di kelas dasar sekitar tahun 2004. Ada dua jenis sepeda Motor supro; Supro biasa dan Supro X. Yang satu asli merk Hondo, yang satu KW 1 asli buatan Cayna. Ya tentu saja, bahkan di tahun 2024 Supro Hondo Asli Jepang masih kuat. Motornya banyak digunakan di pelosok desa hingga pengunungan dengan aneka tujuan. Meski tak banyak, tapi tak lengkang oleh keluaran motor anyaran.

Kualitas produk dihasilkan oleh kerja tangan terampil. Perhatian detail menjadi kunci utama dalam kerja masyarakat Jepang dengan konsep Kodowari. Bangsa jepang sendiri dikenal sebagai bangsa yang senang mempertahankan standat tinggi bagi kualitas layanan dan produksi. Seringkali mengeluhkan layanan yang tak memuaskan atau yang biasa-biasanya saja. Ada rasa malu yang dibuahkan dari Kodawari ketika melihat pekerjaan di bawah rata-rata. Maka tak ayal, beberapa pejabat stasiun kereta mengundurkan diri atas keterlambatan semenit oleh kereta api. Mereka tidak mau yang biasa-biasa saja. 

Kodawari dipahami sebagai standar personal yang dipatuhi seseorang dengan sangat teguh. Sifatnya yang personal merupakan kebanggaan atas manifestasi dari apa yang telah dikerjakan. Standat tinggi menuntut perhatian tinggi pada hal-hal detail dan kecil. Menfokuskan pada yang kecil tanpa ikut buru-buru meraih yang besar. 

Islam mengenalkan tentang kebersyukuran sebagai rasa terimakasih kepada Sang Pencipta. Bahwa semua yang ada d di dunia ini hanyalah milikNya. Beberapa tanda kebesar Allah adalah betapa banyak yang bekerja keras, namun nyatanya ada juga yang gagal. Logika dipatahkan oleh kenyataan. Karena kenyataan tak mampu dipastikan oleh logika. Allah SWT pemilik daripada kenyataan.

Kebersyukuran kepada hal kecil sebagai manifestasi dari penghambaan. Bila nikmat kecil mampu disyukuri, maka apalagi nikmat yang besar. Belajar bertanggungjawab dan meraih yang kecil untuk kemudian dapat meraih yang lebih besar. Disebutkan dalam sebuah hadits.

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

 “Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667).

Syukur lebih dari sekedar kodawari. Bila kodawari memfokuskan kepada kepuasan orang lain atau diri sendiri sebagai tolak keberhasilan, maka syukur adalah kepasrahan dan rasa penghambaan kepada Allah SWT. 

Perbedaan ini mengantarkan, ketika penghargaan tak diberikan oleh orang lain maka kekecewaan yang ada. Tak mungkin bisa memaksakan penilaian positif bagi orang lain yang sebenarnya tidak senang. Sebaliknya, orang yang senang terkada tak mampu melihat kecacatan pada apa yang dianggapnya istimewa. Kodawari yang tak mampu dijalankan berakibat fatal, ia bisa kecewa mendalam yang salah-satunya bisa berujung kepada pengrusakan diri sendiri.

Rasulullah sebagai utusan Allah dan pemimpin di atas segala pimpinan di dunia ini memperhatikan detail-detail kecil. Misalnya, bagaimana cara melepas sandal. Bagaimana ketika seseorang menguap dan sebagainya. Bagaimana urutan memotong kuku dan sebagainya. Semua diajarkan. 

Standar tinggi bekerja adalah beribadah. Ibadah adalah puncak dari kerja. Kerja dengan niat ibadah maka ibadah. Kerja tanpa niat ibadah, berarti niat untuk mencari selain kemuliaan. Bila niat ibadah ditanam kuat-kuat, maka tak hanya kepuasaan yang didapat (baca; ketenangan). Tetapi istiqomah—konsisten—untuk memberikan yang lebih baik.  Memberikan ketenangan kepada jiwa sehingga bekerja lebih berarti. 

Syukur berarti berterimakasih kepada Allah SWT, menggunakan nikmat sesuai dengan kehendakNya dan yang terpenting bertambah tanggungjawab agar nikmat itu semakin baik. 


Sederhana & Terus Menerus

Amal yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah amal yang paling teguh dan konsisten meski kecil. Islam mengajarkan berbuat konsisten dengan amal-amal yang sedikit. Kodawari mengajarkan kesederhanaan dan memperhatikan hal-hal kecil. Berbeda namun hampir mirip. 

Perbedaan adalah masalah tujuan dan maksud bekerja. Kodawari mencari pemuasaan melalui pengakuan diri sendiri atau pengakuan orang lain. Sedangkan dalam syukur, seseorang memberikan segenap terimakasihnya kepada Allah atas nikmat yang dikarunianya. Bahwa Allah yang memiliki semua perasaan tenang yang ada di dalam jiwa. Kekayaan bathin dan ketentraman. 

Memulai secara runtut hal-hal kecil dan menyelesaikannya dengan sempurna diajarkan dalam ibadah. Bagaimana syarat sahnya sholat adalah wudhu. Wudhu dianggap sah bila juga memenuhi syarat-syarat tertentu. Artinya, satu ibadah berkaitan dengan ibadah lainnya. 

Hikmah dari keterkaitan ini mengajarkan agar seseorang dalam bekerja perlu memperhatikan tahapan-tahapan kecil yag merupakan pecahan dari hal tahapan besar. Ketika yang kecil tak dilaksanakan secara sempurna, maka rusaklah seluruhnya; tidak sah ibadahnya. Etos ini perlu dilatih dan ditanam kuat-kuat. 

Bahkan, dalam al-Quran disebutkan; “fa idzâ faraghta fanshab”, Apabila engkau telah selesai (dengan suatu kebajikan), teruslah bekerja keras (untuk kebajikan yang lain). Menurut tafsir Wajiz, maksud ayat tersebut adalah “Maka apabila engkau telah selesai dari suatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain. Bila engkau menyelesaikan suatu urusan dunia atau berdakwah, bergegaslah bersimpuh di hadapan Tuhanmu. Begitu engkau selesai beribadah, bersungguh-sungguhlah dalam ber­doa. Demikian seterusnya.”

Kodawari Islami adalah syukur yang dapat meningkatkan kualitas iman dan amal kerja. Syukur dalam arti dan cara yang tepat mampu meningkatkan tidak hanya kualitas karya tetapi kepuasaan bathin oleh Dzat Sang Pencipta. Wallahu ‘alam.


About the Author

Master of Psychology | Writer | Content Creator | Adventurer

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.