Sesungguhnya Amal itu Tergantung Pada Niatnya Kunjungi Kami!

Menyenangkan Orang Lain


Seorang bocah bermain mobil-mobilan. ia dorong ke barat, kemudian ke timur. Maju, dan mundur. Setelah yang satu berpindah, ia kemudian memindahkan mobil mainan lainnya. Di ambillah, didorong; maju, mundur dan mengesamping. Ia dipanggil mamanya, hanya menyahut dan meninggalkan panggilan itu tak berbekas. 

Selang beberapa lama, datanglah bocah lain. Seketika, ia mengambil mobil yang telah dipindahkannya. Bocah pertama, menangis menjerit. Si Ibu tak menghiraukan. Akhirnya, dengan caranya sendiri ia mengambil paksa mobil mainan miliknya dari bocah lain. 

Bocah kecil ini contoh nyata dari bagaimana menjadi pribadi egois menurut orang lain. Namun, dia uga menjadi pribadi yang tidak bermental penjilat—people pleaser. Ia tetap pada pendiriannya, bermain dengan kondisi flow dan bersenang-senang. Saat orang mengganggu, ia tak segan untuk membalasnya. Ia lebih tertarik kepada kesenangan dirinya dan tidak dengan kesenangan orang lain. 

Orang menyebutkan sebagai tindak egois, mementingkan hanya kesenangan dan kepentingan pribadinya sendiri. Salahkah sikap demikian dalam dunia sekarang? Bisakah kita menyenangkan semua orang yang berada di lingkungan kita dengan atau tidak mengorbankan kesenagan atau kepentingan pribadi? Bisakah semua orang akan senang dengan diri kita? 

Berperilaku menyenangkan orang lain mungkin terlihat sebagai sosok yang baik hati, berkorban untuk kepentingan orang banyak. Masalahnya, bila terus berusaha menyenangkan mereka, maka tak akan bisa sepenuhnya. Akhirnya, kita tak bisa menyenangkan mereka ataupun diri kita sendiri. 

Kebanyakan kita melakukan sesuatu karena agar dapat diterima oleh orang lain. Selama kita tidak merugikan orang lain, tentu perlu mempertimbangkan apa yang sebaiknya kita lakukan. Kejarlah mimpi sebagai tujuan, post-post kegiatan isilah dengan aksi nyata. Apalagi mendengar semua apa yang mereka katanya. Tentu menemukan benang merah dari semuanya sangatlah sulit. 

Usaha, mulailah dulu. Semua kekhawatiran akan kegagalanmu dari lingkungan selalu menghalangimu. Semua ketika masih baru memulai memang tak lepas dari ini. Lamban laun setelah hasil mulai tampak, semua akan mendekat dan mendukungmu. Lanjutkan dulu usahamu, meski banyak komentar menghalangi. Karena mereka tidak mau menanggung apa yang menjadi kegagalanmu dan tidak membayar untuk kesuksesanmu. 

Kita tidak bisa lagi mengatakan bahwa manusia bisa hidup sendiri dan tak butuh orang lain. Tak ada tempat bagi orang yang tak “pernah” memikirkan kepentingan orang lain maupun kepentingan bersama. Untuk mengejar mimpi, setiap orang memiliki kepentingannya masing-masing. Pisahkan apa yang menjadi impian dan apa yang menjadi kewajiban bagi sesama. 

Tagore dalam sajaknya mengatakan: “Nelayan menyelam mencari mutiara, saudagar berlayar mengarungkan perahu, sementara anak-anak menghimpun batu dan menebarkannya kembali….”

Menghimpun batu dan menebarkannya kembali adalah kegiatan yang tak mungkin dilakukan orang dewasa kini. Meski seolah ada batas antara mencari mutiara dan menghimpun batu dan menebarkannya kembali.

Adakah disebut egois seseorang yang bekerja kemudian menikmati hasilnya sendiri? Tentu tidak. Seseorang makan dari hasil jerih payahnya sendiri, bukan keringat orang lain. 

Ada masa dan tempat kapan kita dituduh sebagai seorang yang sombong dan keras kepala. Oleh karena kita bersikukuh atas prinsip, nilai-nilai dan kepentingan personal. Selama itu tidak merugikan orang lain, mengapa tidak? Tak perlu menghakimi dan membatasi kebebasan seseorang. Perlu menghormati keputusan dan apa yang telah menjadi pilihan hidupnya. 

Kritikan yang membangun tentu lebih menyehatkan dan menambah vibrasi positif. Kritikan negatif yang berkedok feed back tidak layak untuk diberi perhatian. Lebih baik, ditinggalkan saja. 

Justru merugikan orang lain bila seseorang tidak bekerja kemudian dengan santainya merebut hasil jerih payah orang lain. Mereka berdalih, semua orang harus memikirkan sesamanya. Biar pun mereka yang bersusah payah dan membanting tulang tidak merasakan jerih payahnya sendiri. 

Apa yang kau tanam itu pula yang akan kau tuai. Jangan suruh orang lain hanya bertanggungjawab atas masalah yang diperbuatnya. Tetapi, suruh mereka menikmati hasil jerih payahnya sendiri. “Enak sekali jadi orang, yang sini berusaha, situ yang metik hasilnya dan menjualnya,” kata teman waktu itu. 

Saling tolong menolong itu keharusan bagi kemanusiaan. Dalam islam diajarkan untuk membalas kebaikan seseorang dengan yang lebih baik, kalau tidak bisa maka dengan yang setimpal. Jangan pernah membalas air susu dengan air tuba. Tapi balaslah air tuba dengan air susu. Saling menolong, bukan yang satu menolong yang satu seenaknya sendiri. Saat giliran orang lain kesusahan, ia menutup mata seolah tak mendengar. 

Dalam kehidupan sehari-hari, apalagi di pedesaan, sangat tidak mungkin hidup sendiri tanpa memikirkan orang lain. Berhenti menyenangkan orang lain mungkin bisa dilakukan, tetapi berhenti menghormati orang lain tak bisa ditinggalkan. Menghormati dalam arti apa yang menjadi keputusannya kita hormati dan tak perlu menghakimi selama tidak merugikan orang lain dan keluarganya. 

About the Author

Master of Psychology | Writer | Content Creator | Adventurer

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.