Sesungguhnya Amal itu Tergantung Pada Niatnya Kunjungi Kami!

Bukan Orator Ulung

Selesai satu hal, tumbuh hal lain yang seringkali memaksak diri keluar dari zona nyaman. Harus terbiasa dengan kenyataan yang tak sesuai harapan. Pikiran kalut oleh perbagai hal yang datang berurutan dan konsisten meski sedikit demi sedikit. Lelah pikiran, letihnya perasaan bercampur aduk di dalam diri ini. Entah, bagaimana akhir perjalanan kehidupan saya nantinya. Saya berharap, ingin hidup berarti dan berguna bagi orang lain. Diterima dan dibanggakan oleh mereka atas manfaat yang saya berikan. Sayangnya, “saya masih belum selesai dengan urusan saya sendiri.”


Diusia menginjak 30-an, saya masih saja seperti ini. Tak banyak berbuat, seolah berjalan di tempat saja. Perubahan nyata belum tersurat dalam kenyataan kehidupan. Lembaga masih tetap saja, tak ada perubahan dan kemajuan. Tak penting, dan tak perlu mengkambinghitamkan sosok yang terus membuat mental diriku lemah, hancur dan lebur. Konfrontasi terus terjadi, dalam verbal dan perbuatan. Meski halus, tetapi tetap saja memaksa pikiran untuk kalut.

Saya tak mampu mengubahnya, biarkanlah ia dengan nada “menghakimi, menjatuhkan, menilai, dan mengadu domba”. Saya masih memiliki pikiran yang waras, itu saja sudah cukup. Pikiran waras  bak benteng yang berdiri tegak kokoh melindungi penghuninya dari segala macam cercaan dan hinaan.  Selain itu, komitmen diri terhadap prinsip personal sangat dibutuhkan. Saya memiliki prinsip, dan tak boleh seorang pun mencerabut prinsip kehidupanku, hatta orang terdekatku.

Komunikasi Verbal

Alasan utama mengapa saya merasa tidak diterima, merasa serba salah adalah berkaitan dengan komunikasi verbal. Baginya, orang hebat adalah mereka yang tampil di hadapan manusia dengan hebat, cara berbicara, cara meyakinkan orang meski di saat yang lain perlu menyerang secara verbal. Penghakiman, penilaian, menjatuhkan mental bahkan politik adu domba halus. Yang menang adalah mereka yang terdepan, yang tak mengalah, dan egois tanpa perlu memberi ampun kepada orang lain. Maka wajarlah, sosok dengan prinsip seperti akan tampil lebih agresif, ekstrovert otoriter dan egoisme.

Saya sangat tidak setuju dengan demikian, dan bukan berarti tidak suka. Namun, seolah orang yang tak tampil dalam medan peperangan,  tak memiliki peran penting dalam perubahan dunia. Padahal, sejatinya aktivis sejati dibelakangnya terdapat konseptor ulung, meskipun bukan orator yang ulung. Watak otoriter, atau ekstrovert ekstreem sebenarnya penanda bahwa dirinya sakit hati, bahwa orang lain tak sedikit yang berbuat semena-mena bagi dirinya. Oleh sebab itu, tanpaknya mereka sangat egois mementingkan kepentingan pribadi. Yang dipikirkan untung rugi, keutungan apa yang bisa didapatkan.

Saya sangat yakin, bila Allah berkehendak menciptakan perbedaan ini, tentu ada maksud dan manfaat yang diberikan. Prinsip saya, di dunia ini tidak ada yang tercipta dengan sia-sia. Ada siang, ada malam. Ada bintang, ada juga matahari. Keduanya saling melengkapi. Bila saja dunia ini hanya terdiri orang eksrovert, maka dunia ini sudah hancur sejak lama. Karena terlalu ekstrem persaingan, dan terlalu sadis segala bentuk perlakuan. 

About the Author

Master of Psychology | Writer | Content Creator | Adventurer

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.