Sesungguhnya Amal itu Tergantung Pada Niatnya Kunjungi Kami!

Ikigai dan Kebahagiaan


Ada yang mengatakan, bila ingin uang maka bekerjalah. Bila ingin bahagia, maka nikmatilah. Dalam sebuah pekerjaan, seseorang bekerja sepanjang waktu di tempat di mana ia menyandarkan hidupnya. Dari pagi hingga sore bahkan lembur hingga malam. Pergi saat anak terlelap, datang saat anak telah istirahat. 

Sayangnya, kita dilahirkan tidak untuk bekerja. Tetapi untuk beribadah menyembah kepada Allah SWT. Hak-hak ilahiyah yang terpenuhi, begitupula hubungan horizontal (antar sesama manusia) akan membawa kepada kepuasaan batin—kebahagiaan. Ikigai Islami ada pada ibadah-ibadah yang dijalankan. Di situlah jiwa diistirahatkan dari hiruk pikuk dunia yang tak menentu. 

Mungkin, hari libur adalah hari untuk menenangkan pikiran sekedar bepergiaan ke pantai dan lain sebagainya. Kenyataannya, hari senin menjadi begitu menakutkan bagi mereka yang memiliki beban pekerjaan yang tak terselesaikan. Maka, libur minggu hanyalah penunda dari kekalutan. 

Bagi pribadi yang religius, aktivitas keagamaan menjadi obat dan penyemangat. Sekali lagi, hanya bagi mereka yang “benar-benar” yakin kepada Dzat yang Maha Kuasa—Allah Swt. Allah menyukai mereka yang bekerja sedikit demi sedikit namun konsisten. Artinya, bukan seberapa banyak aktivitas yang diselesaikan, tetapi seberapa konsisten pekerjaan itu dikerjakan. Itulah amal yang paling dicintaiNya. Alih-alih memilih liburan yang justru menjadikan pekerjaan tidak konsisten. 

Di dalam al-Qur’an sudah cukup jelas disebut, Faidzaa Faraghta fanshab wa ila rabbika farghab. Waktu kosong atau selesai dari mengerjakan sesuatu maka jangan berhenti atau diam. Tetapi kembali berusaha sekuat tenaga dan semaksimal mungkin. 

Meski demikian, kebosanan tetap merupakan ciri dari manusia. Pekerjaan yang rutin biasanya selalu membosankan. Di situlah tantangannya, mengapa pekerjaan rutin lebih bernilai dibanding pekerjaan yang menghasilkan hasil yang banyak. Saat menghadapi rutinitas, kebosanan terus tak henti mengganggu. Maka, tak perlu menghindari kebosanan dengan mencari aktivitas lain. Tetapi, lakukanlah sesuatunya dengan cara yang berbeda, atau tempo bisa diatur sedemikian rupa.

Di beberapa negara ada Fenomena Datsusara, di mana seseorang meninggalkan posisi yang nyaman di perusahaannya untuk pindah ke pekerjaan yang menggairahkan. Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan seorang mantan rektor di salah satu universitas di Jogjakarta. Dia berhenti bukan karena pensiun, tetapi ingin menghindar dari kebisingan pekerjaan dan memilih menjadi guru biasa di sekolah swasta di pedesaan.  Fenomena ini bisa kita temua mereka yang meninggalkan kehidupan kota dan memilih pindah ke pedesaan yang damai. 

Aspek ikigai dari beberapa contoh di atas adalah bahwa ikigai seseorang tidak selalu berhubungan dengan kehidupan profesional seseorang yang menghasilkan materi duniawi. Ada kalanya, dengan membuang duri dari tengah jalan, membantu orang tua menuntun sepedanya, atau kebaikan-kebaikan kecil yang konsisten adalah dasar dari ikigai. Oleh karenanya, memberi memberikan kepuasaan tersendiri. 

Ikigai seseorang mungkin berasal dari pekerjaan yang dianggap berat atau remeh dari sudut pandang orang lain. Tetapi, dari apa yang dianggap berat itulah kepuasaan diri bermula. Hidupnya terasa bermakna dan bermanfaat. Ia tak merasa keberatan dengan apa yang dikerjakannya. Sebagaimana orang senang terhadap sesuatu, maka sesuatu itu akan selalu indah di pandangannya. Bila tak suka, ia akan terus menemukan kejelekan pada sesuatu yang indah. 

Kegembiraan terletak pada proses dan atau pencapaian pada hasilnya. Kata orang jawa, alon-alon seng penting kelakon. Falsafah ini sungguh luar biasa bila diterapkan dalam pekerjaan kita. Faktanya, perfensionis tidak bekerja dengan terburu-buru. Atau, kadang ia sering kali menunda-nunda pekerjaan. Sekali mood datang, hasil tak dapat dibayangkan. 

Bila kegembiraan terletak pada hasil, maka hasil yang memang telah diperjuangkan dari awal hingga selesai tuntas. Tak peduli seberapa besar atau kecil hasilnya. Intinya, pekerjaan yang dikerjakan dari awal dan berhasil hingga tuntas memberikan kegembiraan dan kepuasaan tersendiri. Sebagai contoh, makan sayuran yang ditanam sendiri akan lebih memuaskan dibanding diperoleh dari pemberian orang lain. Kepuasaan didapat dari menciptakan sesuatu dari awal hingga akhir, saat orang-orang mengambil kesenangan dan kepuasaan dalam proses sekaligus hasilnya. 


About the Author

Master of Psychology | Writer | Content Creator | Adventurer

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.